Sunday, January 15, 2012

s.i.a.l

Coba cek, kejadian - kejadian ini. Hanya pagi ini saja:

07.05 Siap berangkat. Nanti antar ike pi sekolah, trus mau langsung kantor. Pas kasi mundur oto sedikit, kok rasa sonde enak di ban kiri belakang. Begitu diliat, rata velk! Paksa diri ko kasi maju lai, supaya ada ruang untuk motor keluar (cuma 2 meter kok!)

07.10 Marlen su kasi panas motor, trus bawa keluar. Karena jarum petunjuk bahan bakar tu su ngadat, jadi cek tengki do sebelum cabut (trauma dengan bensin abis di tenga jalan). Dan betul! Tinggal beberapa tetes sa. Ini sampe bundaran PU ju sonde bisa lai ni ma...

Masalahnya, dompet kemaren sore ketinggalan di Mak di Walkot. Dan suami lagi ke Jakarta, jadi sonde ada bala bantuan. Marlen ju kosong. Halaaah!! Kais - kais uang receh untuk parkiran di oto, dapat 5.000! Bae su.

07.15. Menuju SAKB. Brenti isi bensin di kios terdekat. Satu botol sa. Sampe pas anak - anak mulai baris upacara. Untunglah.

Keluar dari gang SAKB, pas sampe jalan besar, Ike pung helm terlepas dari gantungan. Menggelinding dengan sukses di tengah jalan raya Frans Seda. Kendaraan super rame, dan karena satu arah, pada super ngebut. Beta su berusaha minta sela sedikit untuk pi pungut itu helm orange, sonde ju. Tetap sonde ada yang mau kasi pelan sedikit dia pung kendaraan untuk ini ibu hamil ada gotong tas ransel isi laptop mau ame dia pung anak pung helm kecil. Parah.

Tapi selalu ada orang baik. Satu pak berbaju PNS yang pas lewat, kasi brenti motor pas di samping helm dan serahkan kembali, dengan senyum. Terima kasih banyak, Pak!

08.00 Singgah di Walkot untuk ambil dompet. Karena tas di walkot ada isi Alkitab 2 biji, maka tas beta kasi tinggal. Dompet sa yang ambil.

08.15 Setelah siap laptop, dll, siap kerja deh. Nah, sekarang, mana kacamata? Huh, lupa lai di rumah. Minta tolong Joni pi ame kacamata di Oebufu, trus telpon Marlen untuk cari itu kacamata.

08.20 Ada telp dari Marlen. Kacamata sonde ada di rumah.. Lho?? Oh iya, kan kemaren bawa ke Gereja, jadi ada di tas Alkitab.... yang ada di rumah Mak di Walkot. Halah.. kasian Joni, dia su jauh-jauh sampe Oebufu. Masalahnya sekarang, Mak su pi sekolah, dan rumah kosong... dan dikunci. Ck ck ck...

Pasrah, paksa kerja dulu tanpa kacamata.

10.30 Mata su sangat sonde nyaman, telp Mak dan tanya jam berapa pulang. Untungnya su mau pulang, lagi tunggu ojek. Pas Ari datang, minta tolong Ari pi jemput Mak di sekolah, skalian ambil kacamata di rumah.

10.41 Ini sekarang. Su pake kacamata dan bikin kronologi sial hari ini.

So, that's enough. Harusnya semua bisa dibereskan sekarang.

Thursday, January 5, 2012

Solidaritas Warga Biasa

Jam 9 malam, HP Frits berbunyi. Dari Adik. Tanya apakah Frits pung darah golongan O. Iya, betul. Midas pung anak, umur 10 bulan, kena DB. Sekarang butuh transfusi darah, golongan O. Wah, Frits su mete 2 hari, mungkin sonde bisa. Tapi Frits coba telepon Yan, yang mengorganisir orang - orang yang siap mendonor darahnya, lengkap dengan data golongan darah. Yan siap cari orang - orang.

Ketong cabut juga ke PMI. Siapa tau, Frits agak superman, biar abis mete ju bisa donor. Dari sana beta telpon Joni di kantor. Dia golongan O, dalam sekejap dia su tiba di PMI, siap mendonor. Frits sonde bisa, tekanan darahnya rendah.. seperti di duga.

Tapi kondisi malam itu betul - betul kasi kenyataan manis. Banyak sekali orang. Si A yang secara mandiri hubungi lai dia pung kawan yang golongan O, trus dari kawan lain hubungi kawan lagi, dan seterusnya. Mungkin kalo ada maniak riset malam itu bisa bikin riset social network -- yang sangat efektif, karena dalam kurang dari 30 menit su ada lebih dari 20 orang berkumpul. Siap donorkan darahnya.

Ada anak - anak muda potongan mahasiswa yang nampaknya langsung cabut dari tempat dong menikmati malam, pake motor tanpa helm. Ada anak muda potongan menakutkan dengan lebih dari 5 tindikan anting di telinga, hidung, bibir. Ada suami istri diatas 40 tahun yang terus bercanda menghidupkan suasana. Sonde semuanya saling kenal, tapi terikat dengan tujuan: berbuat baik dan menyelamatkan seorang bayi 10 bulan. Yang pasti, diantara yang hadir pun ada yang sonde kenal siapa bayi itu dan orangtuanya.

Akhirnya, hanya 4 kantong darah yang dibutuhkan dan su terpenuhi. Yang lain, kasi dong pung nomor HP, kalau - kalau besok akan dibutuhkan lagi. Siap dipanggil jam berapapun. Tanpa wartawan, tanpa bayaran.

Beta pikir tentang solidaritas model ini. Solidaritas antar warga biasa. Memang kalo di negara yang tingkat salah urusnya su demikian kompleks dan sistemik, dan su mau jadi negara gagal, solidaritas antar warga biasa ini yang harusnya jadi fokus perjuangan. Kegagahberanian memperbaiki negara, baik sistem, kebijakan, praktik, harusnya hanya suplemental. Karena sonde bisa lagi ada tawaran komprehensif dari urusan perbaiki sistem di ini negara, paling tambal sulam sa. Mesti ada model baru, dan beta yakin, basisnya adalah solidaritas antar warga, yang masih ada dan sonde pikir pencitraan dan sonde koruptif.

Beta hakul yakin bahwa solidaritas model ini sonde akan terbilas oleh modernisasi ataupun politik - politik pilkada. Walaupun nanti ketong akan dengar cerita tentang kaka adik bakalai karena beda pilihan cawalkot, tapi sonde akan -- atau sangat sedikit kasusnya -- bisa melibas ini solidaritas. Cuma kan sayang sa, kalo ketong bakalai karena pertarungan kepentingan kekuasaan di tingkat elit. Padahal, mungkin sa, pada suatu malam, itu orang yang ketong bakalai ame tu yang datang dan menyumbang darah waktu ketong pung anak butuh. Sayang kan...

Sepotong Partai Politik

Ada waktu kami merumpi tentang orang lain. Tentu saja.... Di siang berhujan itu, kami merumpi seorang politikus di kota kami. Mulanya tentang partai - partai politik dst bla bla bla. Kemudian seorang teman berpredikat caleg gagal bikin pernyataan: 'tidak ada yang bisa dipecaya di dunia politik'. Sama sekali bukan pernyataan yang segar, karena toh semua orang juga pernah mendengar tentang 'tidak ada kawan sejati dalam politik'. Tapi referensi teman ini adalah seorang politikus di kota kami, yang kemudian jadi bahan rumpian kami itu. Si Politikus, sebut saja namanya P', adalah anggota DPRD, bahkan Ketua DPRD dan juga Ketua DPC satu partai besar. Dalam waktu kurang dari dari satu tahun, seluruh jabatan itu dicuci bersih dari dia. Habis. Semuanya penuh kontoversi, perdebatan, bahkan nyaris adu jotos. Tapi apapun, toh dicuci juga.

Jadi si caleg gagal bilang: 'Posisi itu: Anggota DPRD, apalagi Ketua, plus Ketua Partai, adalah posisi yang dicita - citakan semua orang yang masuk ke partai politik! Nah, kalau dalam waktu kurang dari 1 tahun, semua itu bisa diambil dari seseorang, kira - kira apalagi yang bisa dipercaya dari partai politik, coba?? Makanya saya tidak ingin terlibat (lagi) dengan parpol, tidak ada yang bisa dipercaya!'

Dasar pikiran saya tukang melayang, tidak selalu di koridor yang sama dengan pembicaraan yang ada. Saya kemudian menyadari, mengapa saya tidak ingin -- dan beberapa kali menolak tawaran -- bergabung dengan parpol. Karena cita - cita saya bukan anggota DPRD atau ketua partai, tapi pendidikan politik untuk warga. Dan, parpol -- dengan sepotong gambaran itu, sama sekali bukan tempatnya!