Wednesday, October 11, 2017

Bencana dan korupsi

Gempa di Lembata yang terjadi terus menerus beberapa hari memang menimbulkan kepanikan. Bukan gempanya, tapi dampaknya. Selain karena Bangunan runtuh, jalan retak dan longsor. Tapi, padahal, magnitude gempa tidak besar. Hanya dua kali 4,9 dan beberapa kali di kisaran 3 - 4 SR. Harusnya tidak merusak. Tapi kenyataannya, merusak bangunan dan infrastruktur. Nah, jangan salahkan gempa.. salahkan yang bangun itu rumah dan infrastruktur. Titik.

Kekeringan di Sumba Barat Daya dibatalkan. Sebelum proposal sempat "jalan", hujan sudah turun. Artinya apa? Yang buat proposal tidak paham apa itu kekeringan. Kalau tidak, masak proposal kekeringan pada bulan Oktober? Does not make any sense.

Tuesday, October 3, 2017

Narasi para korban

Sekarang ini urusan kekeringan lagi happening. Sudah 14 kabupaten di NTT yang declare darurat kekeringan. Seperti diduga, hal ini biasa saja.. maksudnya sudah selalu terjadi demikian. Ada banyak penyebabnya. Itu nantilah dibahas.

Yang menarik, dalam cerita - cerita tentang bencana dan kekeringan, kemudian ada dua cerita menarik yang patut disimak:

Cerita 1 tentang kasus kekeringan di wilayah TTS bagian selatan tahun lalu (atau 2015?). Ceritanya di satu desa terjadi krisis pangan karena kekeringan. Media blew it up, dan bantuanpun berdatangan. Tentu, mie instan, biskuit, beras, dan sebagainya. Dan bendera. Bahkan kata Om Oky, bantuan satu truck, bendera dua truck. Jadi ajang adu pencitraan :)

Tidak jauh dari desa tersebut, sekitar 15 menitan jalan kaki, ada desa lain yang baru selesai panen raya. Padi dan ubi ungu. Berlimpah. Kalau beras, sudah ada mekanisme pemanfaatan paska panennya. Tapi ubi ungu yang melimpah? Bingung mereka harus jual ke mana. Apakah mereka mau menyumbang ke tetangganya yang lagi "krisis pangan"? I bet so. Tapi mungkin juga ada yang tidak. Mungkin ada yang berpikir: toh tetangga sudah dibantu ber- truk-truk. Mungkin juga tidak ada yang tanya. Mungkin juga mereka tidak berpikir ke arah situ, karena ada truk - truk tadi (mungkin dikira semua truk isi bantuan, tidak ada yang isi bendera).

Lalu bagaimana dengan warga desa korban? Apakah bila dibantu ubi -- bukan beras, mie instan, biskuit, mereka akan terima? Atau bagaimana preferensinya?

Cerita 2 tentang kasus banjir, masih di plain area yang sama. Jadi mereka ini sudah direlokasi bertahun - tahun yang lalu ke lokasi lebih tinggi. Tidak jauh, dan masih di dalam desa sendiri. Tapi bilamana sudah mulai hujan banyak dan daerah sekitar rumah lama mereka mulai tergenang (lagi), maka mereka kembali. Minimal beberapa orang, mendiami rumah lama dalam genangan air. Untuk apa? Iya, menunggu di-blow up media dan datanglah bantuan. Jatah beras, mie instan dan biskuit.

Asik juga menelisik narasi para korban bencana ini nampaknya.