Friday, April 21, 2017

Kekeringan dan rejim autoritarian: a recipe of disaster!

Baca ulang artikel ini: http://www.upworthy.com/what-is-the-role-of-climate-change-in-the-conflict-in-syria ; yang membahas bagaimana konflik Suriah sekarang ini dibentuk oleh kekeringan panjang -- 5 tahun tanpa hujan -- di Suriah. Hal yang mau ditekankan dalam artikel ini adalah bahwa banyak ahli politik internasional tidak cukup memberi perhatian pada tekanan lingkungan dan bencana terhadap stabilitas politik. Suriah, salah satu negara teraman di Afrika, membuktikan itu dengan konflik yang sekarang rasanya tidak masuk akal dan sudah menjadi lingkaran setan.

Ada faktor yang muncul berulang dalam tulisan ini, tapi tidak menjadi bahan analisis: rejim autoritarian Presiden Assaad. Rejim yang tidak peduli dengan kekeringan demikian panjang dengan dampak demikian luas. Rejim yang tetap korup dan memelihara kroni bahkan dengan harga kematian cepat rakyatnya.

Kasus Suriah adalah pembuktian terkini dan empiris dari argumen Devereaux dalam The New Famines. Bahwa kelaparan bukan karena kekeringan, tapi karena kegagalan respon dari pihak yang bertanggungjawab, baik secara politik yakni pemerintah, atau secara moral, seperti lembaga - lembaga bantuan internasional. Dibawah rejim yang otoriter, tidak banyak yang bisa diharapkan. Valid juga mempertanyakan kemana lembaga - lembaga bantuan seperti UN-WFP, UN-FAO, ACF ketika 85% ternak mati dan lebih dari 1 juta petani Suriah kehilangan lahan pertaniannya antara 2005 - 2011?

Kasus Suriah mengingatkan kasus 1965 di Indonesia. Ketika El Nino kuat menghantam, rakyat kelaparan dan pecah kudeta berdarah 30 September. Juga, ketika 1997, salah satu El Nino terkuat ditambah tumbangnya pemimpin otoriter rejim orde baru Indonesia.

Kemaren, quick count menunjukkan Ahok kalah dalam Pilkada Jakarta. Bukan soal siapa yang kalah, tapi siapa yang menang. Dalam pidato kemenangan, Prabowo berterima kasih pada rombongan fundamentalis agama. Di belakang pemenang, ada barisan kelompok yang kuat saat rejim otoriter berkuasa di Indonesia. Baik para erzast capitalists maupun anak sang pemimpin otoriter.

Kapan el nino lagi?

No comments:

Post a Comment