Thursday, January 5, 2017

Visioning, why not?

Sudah lama belajar tentang visioning, bahasa gaul dari penggunaan Metode Appreciative Inquiry (AI) dalam perencanaan. AI sendiri adalah metode perencanaan dengan pendekatan berbasis aset (Asset Based Approach). Nge-visioning memang asyik. Kita diajak untuk berpikir berbeda, karena yang dibahas adalah kekuatan, bukan masalah..masalah..masalah semata. Satu cara yang secara kultural kita tidak terbiasa, mengapresiasi diri dan sekitar kita.

Dalam visioning atau AI yang biasa dilakukan, kita memang memulai dari kenyataan kritis (yang biasa kita sebut brutal reality). Naik ke identifikasi aset dan kekuatan, merumuskan mimpi/visi, dan kemudian kurvanya menurun ke perencanaan kegiatan dan kemudian perencanaan kerja. Bisa dibilang, selain konten diskusinya yang berbeda, sebenarnya siklus perencanannya sama saja dengan berbagai metode perencanaan lainnya. Eh, bahkan konten diskusi juga tidak beda-beda amat. Yang beda sebenarnya adalah pendekatan, orientasi kita ketika merencanakan sesuatu. Yang beda sebenarnya sesuatu yang tidak nyata, semacam semangat atau spirit begitu. Ibarat makan kangkung, ada yang beda ketika kita makan kangkung karena hanya mampu dapat kangkung, dengan kita makan kangkung karena doyan kangkung.

Affirmative topics adalah bagian yang sering diabaikan dalam proses visioning kita. Sebagian besar dari visioning yang kita lakukan sudah punya tema dan topik. Tetapi sebenarnya bagian ini penting, karena harusnya di sini kita mengidentifikasi topik atau hal-hal yang signifikan berpengaruh pada individu/organisasi yang kita visioningkan. Dalam hal LSM misalnya, harusnya ada topik Pendanaan, Kepemimpinan, Relevansi dengan agenda besar perdonoran, Pengkaderan, dan sebagainya. Topik-topik itulah yang berpengaruh pada eksistensi LSM.

Dari topics, kita harusnya beranjak ke skenario building. Bagaimana kalau tiap topik berubah atau tidak berubah, atau berubah ke arah positif atau negatif. Bagaimana suatu LSM akan jaya atau kolaps? Nah ini perlu dikembangkan lagi untuk konteks LSM.

No comments:

Post a Comment